Ahlan Wa Sahlan di Blog Sinergi

Kebijaksanaan Asma'

Selasa, 10 November 20150 comments

Diantara gambaran kebijaksanaannya sebagai seorang ibu ialah ketika ia berpesan kepada puteranya (Abdullah bin Zubeir); “Wahai puteraku, hiduplah sebagai orang mulia, dan gugurlah sebagai orang mulia pula. Janganlah kamu sampai jatuh dalam tawanan mereka ...”
Urwah menceritakan; Pernah Aku dan Abdullah saudaraku, datang menemui ibunda kami, yaitu sepuluh hari menjelang gugurnya Abdullah. Ketika itu ibu sedang sakit, maka Abdullah menyapanya:
“Bagaimana keadaamu Bu ...?”
“Sakit . . ” jawabnya.
“Sesungguhnya dalam kematian itu ada ketenangan . . .” kata Abdullah sambil bercanda.
“Nampaknya kamu ingin agar aku segera mati ya? Jangan begitu dong...” kata Asma’ sambil tersenyum.
“Demi Allah, aku belum ingin mati sebelum engkau mengalami satu dari dua hal; kamu terbunuh kemudian aku sabar dan mengharap pahalanya dari Allah, atau kamu menang sehingga aku pun senang . .
Ingatlah, jangan sampai kamu dihadapkan pada suatu tak-tik yang tak kau setujui, kemudian kau terima karena takut mati...” pesan Asma’ kepada Abdullah.
Urwah mengatakan: “Sebenarnya yang dimaksud saudaraku ialah bahwa ia lebih memilih untuk dibunuh, maka Asma’ pun sedih karenanya”
Dibunuh ? Ada apa sebenarnya . . . ?
Saat itu sebetulnya Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi dengan pasukan Syam sedang mengepung ketat para pendukung Abdullah bin Zubeir di sekitar Masjidil Haram . . .
Manjanik-manjanik pun disiapkan guna menggempur benteng pertahanan Ibnu Zubeir. Konon pengepungan itu dilakukan ketika musim haji, dan tahun itu Al Hajjaj bin Yusuf bertindak sebagai amirul hajj. Akan tetapi ia tak bisa thawaf karena Masjidil Haram berada dalam kekuasaan Ibnu Zubeir; Sedang Ibnu Zubeir tak bisa wuquf, karena terkepung musuh dari luar.
Akhirnya pasukan Syam dibawah komando Hajjaj berhasil menaklukkan Ibnu Zubeir dan para pendukungnya. Hajjaj kemudian mengeksekusi Ibnu Zubeir dan menyalibnya di atas bukit tsaniyyatul wada’.
Sungguh, hari itu merupakan hari kelabu bagi warga Mekkah... isak tangis dan kesedihan merebak di seluruh penjuru kota, melepas kepergian sang pahlawan putera Pembela Rasulullah.

Sisi lain dari ketabahan dan ketegaran Asma’

Kemudian, dengan tangan yang berlumuran darah selepas membunuh Ibnu Zubeir, Hajjaj beranjak menemui Asma’. Lalu dengan congkaknya lelaki keparat ini berkata: “Lihatlah, bagaimana puteramu telah berbuat ilhad  di Baitullah . . dan sekarang ia merasakan siksaan yang pedih dari Allah”.
“Dasar pendusta!! Ia justeru anak yang berbakti pada orang tuanya, lagi rajin qiyaamullail dan berpuasa” , kata Asma’ menimpali  ).
 Dikisahkan pula bahwa Al Hajjaj datang kepada Asma’ —yang ketika itu usianya telah mencapai 100 tahun!— seraya mengatakan: “Wahai ibunda, sesungguhnya Amirul Mukminin (Abdul Malik bin Marwan) menyuruhku untuk berlaku baik kepadamu. Maka apakah ibunda menginginkan sesuatu... ?”
“Aku tak pernah menjadi ibumu...” bentaknya. “Aku adalah ibu dari lelaki yang tersalib di atas bukit itu (yaitu Ibnu Zubeir); dan aku tak butuh apa-apa darimu. Akan tetapi, akan kusampaikan sebuah hadits yang kudengar dari Rasulullah, beliau mengatakan: “Akan muncul dari Tsaqief —yaitu kabilah Hajjaj— seorang pendusta dan seorang pembunuh yang haus darah; yang terakhir lebih jahat dari yang pertama. Tentang si pendusta, kami telah mengetahui siapa orangnya  ; sedangkan pembunuh itu tak lain menurutku adalah kamu” jawab Asma’.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Umar datang bersama Al Hajjaj menemui Asma’, sedangkan puteranya masih di tiang penyaliban. Ibnu Umar berkata kepadanya: “Sesungguhnya jasad itu tak seberapa berarti, yang penting arwah orang yang beriman ada di tangan Allah. Maka bertakwalah engkau kepada Allah dan sabarlah !”
Asma’ pun menjawab: “Memangnya apa yang menghalangiku untuk sabar, sedangkan kepala Nabi Yahya bin Zakaria saja akhirnya dihadiahkan kepada seorang pelacur Bani Israel ?? ”  .
Yahya bin Ya’la At Tamimi menceritakan dari ayahnya, katanya; Aku memasuki Mekkah pada hari ketiga setelah terbunuhnya Ibnu Zubeir, dan ketika itu ia masih terpancang di tiang penyaliban. Maka datanglah ibunya, seorang wanita tua renta berbadan tinggi yang telah buta. Ia mengatakan kepada Al Hajjaj:
“Belum tibakah saatnya bagi puteraku untuk diturunkan ?”
“Oh, si munafik itu maksudmu ...” ledek Hajjaj.
“Demi Allah, ia tak pernah menjadi munafik. Ia orang yang rajin shalat dan berpuasa serta berbakti pada orang tua” tukas Asma’.
“Pergilah sana hai perempuan tua. . ! Nampaknya kamu mulai pikun” kata Hajjaj.
“Demi Allah, aku tak pernah pikun sejak mendengar sabda Nabi Saw: “Akan muncul dari Tsaqief seorang pendusta dan pembunuh yang haus darah... dst”

Asma’ berdoa kepada Allah agar ia diberi kesempatan untuk mengurus jenazah puteranya. Maka Allah pun mengabulkan doanya, dan akhirnya Asma’ memandikan puteranya yang syahid itu, mengafaninya, memberinya wewangian, lalu menyolatkan dan menguburkannya.
Tak lama berselang, Asma’ pulang menghadap Allah SWT setelah meninggalkan bagi kita segudang pelajaran  dan suri tauladan yang luar biasa. Semoga Allah SWT meridhainya dan menempatkannya di Jannatul Firdaus...
Nah, pembaca sekalian... dari rahim wanita seperti inilah sosok ‘Urwah bin Zubeir lahir. Seperti kata pepatah: ‘tak kenal maka tak sayang’, sayang sekali kalau pembicaraan kita tentang putera Asma’ yang satu ini harus berhenti sampai di sini… tentunya kita ingin tahu lebih jauh tentang sepak terjang ‘Urwah yang lain. Baiklah… kalau begitu tariklah napas dalam-dalam untuk menikmati perjalanan hidup tokoh tabi’in yang satu ini… Dialah Abu 'Abdillah, 'Urwah ibnu Zubeir ibnul 'Awwan Ak Qurasyi Al Asady Al Madany....

( Sumber buku Ibunda Para Ulama & Mujahid )
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rumah Cinta | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. LPU SINERGI - All Rights Reserved
Modify by Rumah Cinta Project by Sinergi
Proudly powered by Blogger